BOOKING TIKET PESAWAT

Lebih disederhanakan

Lebih disederhanakan. Info sangat penting tentang Lebih disederhanakan. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Lebih disederhanakan

Lebih disederhanakan
Gambar dan Foto Pesawat Terbang
Kabar baik itu datang dari International Finance Corporation (IFC). Hasil survei "Doing Business 2010", lembaga di bawah naungan Bank Dunia itu menempatkan iklim investasi di Indonesia di posisi ke-122, dari 183 negara. Posisi ini naik tujuh tingkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni posisi 129. "Ini jadi pertanda baik bagi para pengusaha," ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Erwin Aksa. Pemeringkatan itu, kata Sandra Pranoto, Associate Operations Officer Business Enabling Environment IFC, diharapkan mampu memberi gambaran umum mengenai kemudahan berinvestasi di Indonesia. "Ke depan, bisa menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan ekonomi strategis," ujarnya kepada Sandika Prihatnala dari Gatra.

Berbeda dengan laporan-laporan sebelumnya, survei kali ini tidak hanya difokuskan di Jakarta. Untuk pertama kalinya, survei IFC menyasar kota-kota besar lainnya, mulai Bandung, Balikpapan, hingga Banda Aceh. Dalam survei itu, mereka fokus melihat tiga indikator penting dalam iklim investasi, yakni kemudahan memulai usaha, mengurus izin, dan pendaftaran properti. "Agar kota-kota di Indonesia bisa membandingkan kebijakan usahanya dengan kota-kota lainnya di dunia," beber Sandra.

Empat unsur non-pemerintah juga ikut dilibatkan dalam menggali lebih dalam informasi kemudahan investasi kali ini, yakni notaris, PPAT (pejabat pembuat akte tanah), asosiasi, dan konsultan. "Mereka dipilih karena familier dengan proses usaha," kata Sandra. Adapun unsur pemerintah daerah tetap dipilih sebagai salah satu koresponden, lantaran dianggap lebih memahami kondisi sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Selain membaiknya pertumbuhan ekonomi dalam negeri, yang ditunjang dengan stabilnya kondisi politik dan ekonomi, tampaknya gebrakan-gebrakan daerah dalam memangkas perizinan usaha pun cukup membuahkan hasil. Bahkan Indonesia, yang diwakili Jakarta, disebut-sebut sebagai negara teraktif di Asia yang melakukan reformasi terhadap kebijakan usahanya.

Meski hal itu menjadi prestasi tersendiri untuk perbaikan iklim investasi di Tanah Air, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan, mengaku tak langsung puas. "Karena banyak negara lain yang bisa mencapai kenaikan lebih baik," kata Gita yang ditemui Gatra di Hotel Crown Copenhagen, dalam rangka mendampingi kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke empat negara Eropa, sekaligus menghadiri KTT Iklim PBB, pertengahan Desember lalu.

Apalagi, masih kata Gita, kemudahan berbisnis di Indonesia ternyata masih jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga satu kawasan. Misalnya Singapura, yang berada di peringkat pertama, disusul oleh Thailand di posisi ke-12, serta Malaysia yang nangkring di posisi ke-23. Indonesia pun masih kalah dibandingkan dengan Vietnam dan Brunei, yang masing-masing berada di posisi ke-93 dan ke-96. Negeri ini hanya lebih unggul dari Filipina, yang berada di posisi ke-144, dan Kamboja yang menempati posisi ke-145.

Mestinya, Indonesia bisa berkaca pada Rwanda. Negara di Afrika Tengah itu mampu menaikkan peringkat doing business-nya dari posisi ke-143 menjadi ke-67. "Mereka banyak melakukan terobosan besar," tutur peraih gelar master dari Harvard University dan Baylor University, Amerika Serikat, itu. Salah satu contohnya, BKPM Rwanda berhasil mendapatkan persetujuan parlemen agar bisa mengeluarkan sertifikat tanah untuk kepentingan bisnis.

Meski tidak berniat mengambil langkah seekstrem itu, ke depan Gita akan lebih serius melakukan penyederhanaan proses penanaman modal, khususnya memangkas birokrasi. "Kami sudah melakukan koordinasi dengan belasan departemen dan kementerian untuk mengambil alih beberapa peran mereka dalam rangka penanaman modal," ujar pria kelahiran Jakarta, 21 September 1965, itu.

Dengan Departemen Hukum dan HAM, misalnya, pihaknya sedang menyusun kerja sama dalam rangka pengurusan visa dan izin kerja bagi tenaga asing dengan membuka kantor tersendiri di BKPM. "Jadi, pengurusan visa dan izin kerja bisa dilakukan langsung di kantor BKPM," kata Gita. Upaya pengurusan izin satu pintu pun akan mulai digenjot dengan pemerintah daerah (pemda). "BKPM akan bekerja sama dengan para kepala daerah," Gita menambahkan.

Jika itu bisa dilakukan dengan baik, Gita optimistis, waktu yang dibutuhkan untuk proses penanaman modal akan makin cepat. Ketidakpastian usaha, yang selama ini membayang-bayangi investor, pun akan jadi fokus utama pembenahan BKPM. "Kami akan membuat aturan investasi lebih jelas," paparnya. Kehadiran Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu juga diharapkan mampu mengurangi banyaknya biaya siluman. "Kami berharap masuk peringkat Top 100 dalam doing business," ujarnya.

Berbagai langkah pembenahan BKPM itu disambut baik oleh Hipmi. "Kami berharap, idenya segera dilaksanakan," kata Erwin Aksa. Ia juga berharap, kenaikan peringkat itu tak membuat Pemerintah Indonesia cepat puas. "Sekalipun ada kenaikan, tapi kita masih ketingggalan jauh," ujar CEO dari Bosowa Group, ini.

Diakui Erwin, masih banyak perbaikan kebijakan yang perlu digenjot, terutama mengatasi ketidaksinkronan birokrasi antara pusat dan daerah. "Masih banyak dokumen dalam menjalankan usaha yang masih memerlukan persetujuan pusat sekaligus daerah," katanya. Dia berharap, pemerintah pusat bisa memaksimalkan peran otonomi daerah yang sudah ada. "Sudah saatnya memberikan kepercayaan lebih pada pemerintah daerah," ujarnya.

Ke depan, peran daerah tampaknya akan lebih dioptimalkan untuk mempermudah mengalirnya arus investasi. Tak mengherankan jika secara khusus Menteri Dalam Negeri membuat kesepakatan dengan Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian untuk memangkas waktu pengurusan izin usaha. "Pemangkasan sudah disepakati, dari 60 hari kerja menjadi maksimal 17 hari kerja," ujar Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Apalagi, kesepakatan bersama itu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kehadiran BPK ini, menurut Gamawan, diharapkan mampu mendorong pemda lebih serius menangani proses izin usaha di wilayahnya. "Kalau ada daerah yang melewati batas 17 hari, BPK akan turun tangan, dan ini akan menjadi temuan BPK," kata mantan Gubernur Sumatera Barat itu. Bahkan, ke depan, dengan dukungan pemda tingkat II, Gamawan berharap, waktu pengurusan izin usaha bisa lebih dipangkas. "Cukup 10 hari kerja," Ia menegaskan.

gatra.com


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger